“Disaat aku terbangun dalam sebuah kekakuan yang
tak ku kenal, semua yang terlihat hanya dedaunan terbang betebaran diatas
langit, sebuah kisah yang aku sendiri tak mempercayainya, termenung dalam
sebuah kebingungan disebuah tempat yang paling indah diantara tempat lain yang
kutahu selama ini. Sebuah kisah tentangku, berawal lebih dari setahun yang lalu
mereka menemukanku dalam keadaan terluka parah, dan tak mengingat apapun
tentang siapa diriku, siapa namaku, dari mana aku berasal dan kenapa aku
terdampar di desa ini, mereka sekarang memanggilku dengan nama Dhariel.
Daun Fora berwarna merah yang berjatuhan dari
atas bukit Median menghiasi seluruh langit desa ini Elfarion, nama sebuah desa
yang sekarang menjadi tempat tinggalku, Mereka mengatakan bahwa aku sebenarnya
bukan berasal dari tempat ini, aku adalah orang asing yang terdampar di kota
ini, Sebuah desa yang sangat indah ditengah hutan Felioth, desa ini terlindungi
oleh dinding besi yang memutari seluruh desa, sehingga semua mahluk buas dari
hutan Felioth tidak akan dapat masuk ke dalam desa. Penduduk di desa ini hidup
dengan damai, mereka adalah penduduk dari berbagai suku yang tinggal menetap
dan menerima berbagai perbedaan yang mereka bawa dari suku asli mereka. Awalnya
desa ini dibentuk dan disepakati oleh kedua suku besar yaitu Suku Nerosta dan
Suku Mortisan sebuah suku yang bermusuhan selama berabad-abad. Sebagian dari
penduduk dari kedua suku adalah penduduk yang tidak memilih perang yang terus
berkecambuk didataran Meditoral. Kesamaan pilihan mencari tempat yang aman telah
membentuk sebuah takdir mempertemukan mereka didalam hutan ini, mereka telah
lelah dengan peperangan sehingga mereka memilih untuk berdamai dan mendirikan
desa didalam hutan Felioth dengan penuh cinta damai dan tidak ikut campur dalam
perang yang masih bergejolak diluar sana. Tahun demi tahun yang terlalui telah
mengundang berbagai suku yang ingin hidup damai di desa ini sehingga telah
banyak penduduk dari berbagai suku yang menemukan desa tersembunyi ini sehingga
mereka menetap dan tinggal bersama di satu desa kemudian disinilah kami menjadi
sebuah keluarga besar.
Begitu pula denganku, diriku sekarang adalah
bagian dari mereka, mereka yang menerima dengan baik kedatanganku tanpa melihat
asal-usulku sebelum ini, siapa diriku? dari mana asalku? orang seperti apa aku
sebelum ini? Mereka tidak mempersoalkan masa laluku dan mereka memperbolehkan
aku untuk tinggal selama yang aku mau, mungkin sampai ingatanku ini kembali dan
aku mengetahui secara penuh siapa sebenarnya diriku. Tepatnya sekitar setahun
yang lalu, aku ditemukan oleh kakek Tam diladangnya. Ia bilang saat itu aku
begitu lemah dan tak sadarkan diri, ia merawatku selama kurang lebih satu
minggu sampai aku terbangun dalam keadaan tak mengingat apapun. Kakek Tam
dengan senyum ramahnya menganggapku sebagai cucunya. Ia selama ini hidup
bercocok tanam tanpa ada yang menemani, mungkin aku adalah sebagian doa yang ia
minta pada yang kuasa selama ini untuk menemani kesepiannya selama ini”
***
Akhir musim panas telah berlalu, dimulai kembali dengan awal di musim gugur, dimana seluruh pepohonan mulai berbuah dan tumbuh banyak jamur disetiap sudut hutan, beberapa penduduk memanfaatkan sumber alam hutan Felioth sebagai bahan persediaan sebelum musim dingin. Begitu pula dengan Kakek Tam, seorang yang disegani di desa Elfarion, selain ia bertugas sebagai penjaga persediaan makanan untuk desa Elfarion, ia juga bertugas bercocok tanam mempersiapkan bahan makanan untuk seluruh desa,
ia percaya bahwa tanah di ladangnya yang
subur adalah suatu berkat dari Yang Kuasa, sehingga ladang ini telah menjadi
tanggung jawab untuk ia jaga seumur hidupnya. Selama ini seluruh penduduk desa
Elfarion memanfaatkan hasil panen dari kakek Tam untuk persediaan makanan
seluruh warga desa, lahan yang subur dan
berbagai makanan yang terdapat dari hutan Felioth telah mencukupi kebutuhan
pangan seluruh warga desa Elfarion. Sehingga suku ini berkembang menjadi sebuah
desa yang sangat indah di dalam hutan. Kakek Tam dahulu adalah salah satu
pelopor perdamaian yang membawa sebagian dari suku Netrosa untuk sampai di
tempat ini. Masa kecilnya sangat menyedihkan. Perang yang tak kunjung berakhir
telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Sehingga Ia hidup sebatang kara dan bekerja
sebagai petani untuk menghidupi seluruh penduduk desa Elfarion, bakti dan
keramahannya membuat semua orang menyayanginya, dan doa yang ia panjatkan
selama ini telah dikabulkan dengan datangnya seorang anak yang bisa ia anggapnya
sebagai cucu kesayangan yang ia beri nama Dhariel.
Setahun telah berlalu, semenjak Dhariel ditemukan
oleh kakek Tam di ladangnya, pada suatu pagi ketika terjadi badai pada malam
harinya. Anak itu begitu lemah dan tak berdaya, ia merawat dan mencarikan
berbagai obat untuk menyebuhkan anak itu dari kematian. Kemudian setalah anak
itu sadar, ia seperti seorang bocah yang tak ingat apa pun, dengan kebaikannya maka
kakek Tam memperbolehkan tinggal dengannya dan mengajarinya berladang di
ladangnya yang luas. Namun ada suatu keanehan yang terjadi ketika hari pertama
kakek Tam mengajari Dhariel. Ketika itu ia hanya mencontohkan bagaimana cara
mencangkul yang baik pada Dhariel, kemudian anak itu dengan semangat
mengayuhkan cangkulnya dan ternyata kekuatan yang terlalu besar sampai membuat
tanah yang ia cangkul berlubang sangat besar. Detik itu juga bukan hanya kakek
Tam yang terkejut dengan kekuatan Dhariel, Dhariel sendiri saat itu terbelalak kaget
dengan kekuatannya.
“Kekuatan
apa ini? Kenapa aku bisa membuat lubang sebesar itu diladang kakek?” kata
Dhariel dalam hati.
“Sepertinya
kau menggunakan kekuatanmu terlalu berlebihan” kata kakek Tam mencoba untuk
menenangkannya.
Dhariel menjadi heran dengan kekuatan yang ia
miliki, ia pun sadar bahwa kakek Tam pasti terkejut dengan yang terjadi saat
itu, namun kakek Tam berusaha menganggapnya suatu hal yang wajar. Kemudian
dihari itu kakek Tam mengurungkan niatnya untuk mengajari Dhariel mencangkul
ladangnya. Malam harinya setelah kejadian itu kakek berkata pada Dhariel bahwa akan
ada tamu yang datang berkunjung ke rumahnya, tamu itu tak lain adalah Walikota
Elfarion, Kakek Tam mengingatkan Dhariel untuk mempersiapkan hidangan teh untuk
Walikota. Malam menunjukan pukul 19.00, Walikota belum juga terlihat datang
kerumah kakek Tam, namun setelah ditunggu begitu lama terdengar suara yang
mengejutkan
“Tolong.....
siapapun tolong aku” suara seorang dari arah ladang kakek Tam.
Dhariel dan kakek Tam segera bergegas berlari
kearah sumber suara membawa sebuah oncor untuk menerangi gelapnya malam.
Terlihat saat itu, Pak Walikota terjebak dalam lubang yang tak sengaja dibuat
oleh Dhariel. Segera Dhariel turun ke lubang itu untuk menolong Pak pemimpin.
“Anda
tidak apa-apa pak Joy?” tanya Dhariel merasa bersalah.
“Kenapa
ada lubang di ladangmu ini Kakek Tam?” tanya Walikota yang sedang naik dari
lubang tersebut.
“Hahaha
maafkan aku Pak Walikota, lubang itu sengaja aku buat untuk menjebak anjing
liar yang sering merusak tanaman yang ku tanam” kata Kakek Tam mencari alasan.
Hari itu Dhariel menyadari, bahwa kakek Tam
berusaha merahasiakan kejadian itu dari pak walikota, tentu saja kakek Tam
tidak ingin kejadian ini menjadi kekhawatiran seluruh warga desa apabila
mengetahui kekuatan aneh yang dimiliki Dhariel. Begitu pula Dhariel, ia sadar
bahwa ia sekarang telah dilindungi oleh kakek yang mau merahasiakan kejadian
itu. Kemudian hari berlalu seperti biasa di desa Elfarion, walau telah terjadi
kejadian aneh itu, kakek Tam tidak merubah pandangannya terhadap Dhariel, ia
tetap memperlakukannya seperti cucunya sendiri, Dhariel pun mencoba bekerja di
ladang berusaha terlihat wajar dengan mengendalikan kekuatannya, Kakek Tam dan
Dhariel tak pernah membahas kejadian aneh itu, seoleh mereka berdua
masing-masing telah tahu apa yang harus dilakukan. Namun walau begitu, Dhariel
semakin merasa bingung dengan dirinya sendiri, kenapa ia memiliki kekuatan
sebesar itu? Siapa sebenarnya ia sebelum ini? Apa yang membuat ia berbeda dari
orang lain? Pertanyaan itu terus muncul dalam benak Dhariel sehingga ia bertekat
akan mencaritahu dengan pelan asal-usulnya sampai ingatanya bisa kembali dan ia
mengenal dirinya sendiri.
To Be Continue
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar memberikan Kritik yang membangun